Powered By Blogger

Minggu, 11 Desember 2011

Puisi : Sahabat

Gie - Cahaya Bulan










Gie - Cahaya Bulan  

  
akhirnya semua akan tiba suatu hari yang biasa,
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui..

apakah kau masih selembut dahulu,
memintaku minum susu dan tidur yang lelap,
sambil membenarkan letak leher kemejaku..

kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih,
lembah pandalawali..

kau dan aku tegak berdiri,
melihat hutan-hutan yang menjadi suram,
meresapi belaian angin yang menjadi dingin..

apakah kau masih membelaiku semesra dahulu..
ketika ku dekap, kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat..

apakah kau masih akan berkata..
kudengar detak jantungmu..

kita begitu berbeda dalam semua,
kecuali dalam cinta..

cahaya bulan menusukku
dengan ribuan pertanyaan
yang tak kan pernah kutahu
dimana jawaban itu..

bagai letusan berapi
bangunkanku dari mimpi
sudah waktunya berdiri
mencari jawaban, kegelisahan hati..


Dian Sastrowardoyo - Puisi Tentang Seseorang








Puisi Tentang Seseorang
Ku lari ke hutan kemudian menyanyiku,.
Ku lari ke pantai kemudian teriakku
Sepi..sepi dan sendiri aku benci
Ingin bingar aku mau di pasar..
Bosan aku dengan penat
Enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh
Ada malaikat menyulam jaring labah-labah belang
di tembok keraton putih
Kenapa tidak kau goyangkan saja locengnya
biar terdera
Atau aku harus lari kehutan
Belok ke pantai..?
Bosan aku dengan penat
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika ku sendiri


Puisi Taufik Ismail : Doa Untuk Negeri




Siapakah Kita Bila Maut Menjemput Kita


Dapatkah kita menduga atau mengira
Bilamana ajal kita akan tiba
Di mana umur kita akan berakhirnya ?

Dapatkah kita merencana atau berjanji
Bagaimana cara kematian akan kita alami
Sehingga kita siap rohani dan jasmani ?

Dapatkah kita memohon jatah umur yang bagi kita tepat
Sehabis Ramadhan atau berhaji, ketika dosa diampuni tammat
Dan nyawa dicabut malaikat ketika kita dalam keadaan sehat ?

Dapatkah waktunya kita majukan atau mundurkan
Ketika nafas terakhir itu dihembuskan
Dan sorotan mata kita dikosongkan ?

Dapatkah kita membereskan segala yang terlalai
Hutang-hutang, janji-janji, kerja yang terbengkalai
Cita-cita yang belum tercapai ?

Dapatkah kita menekan semua bentuk kesombongan
Dan kepada orang-orang yang hatinya kita sakitkan
Dengan membungkuk merendah kita minta dimaafkan ?

Dapatkah kita menyaring pergosipan dan pergunjingan
Lalu suatu waktu total sepenuhnya dihentikan
Sehingga daging saudara sendiri tak lagi dikunyah dimakan ?

Dapatkah kita menghabisi semua ganjalan iri hati
Kecemburuan yang dibisikkan jin di telinga kanan dan kiri
Dan mereka diusir sejauh usir dengn ayat Kursiy ?

Dapatkah kita padamkan segala bentuk dendam
Yang di dalam hati lama kita pendam-pendam
Dan dengan tulus memberikan permaafan ?

Dapatkah kita musnahkan perilaku ujub dan riya kita
Suka mencerca dalam hati, pamer jasa dan harta
Dan berhenti menyebut-nyebutnya ?

Dapatkah kita dengan tepat melaksanakan evaluasi
Terhadap harta benda yang selama ini diakumulasi
Sehingga benar-benar bersih bagi yang akan diwarisi ?

Dapatkah kita kepada jantung kita yang berpuluh tahun bekerja setia
Setiap detik dia berdenyut untuk kelangsungan hidup kita
Siapkah kita, bila jantung kita berkata, "Sudah, cukup sampai di sini saja ?"

Pada suatu masa, di suatu tempat, maut akan tiba
Beratus kemungkinan waktunya
Beribu kemungkinan tempatnya
Melalui gabungan kemungkinan bentuk dan cara
Lewat penyakit, kecelakaan, perang, berbagai bencana
Di dalam rumah, kendaraan, jalan raya, di alam terbuka
Secara sangat pelahan dan begitu lama orang dapat menduga-duga
Secara pelahan orang mana mungkin menerka
Secara tak disangka, sangat tiba-tiba tanpa isyarat suatu apa
Dan tepat pada detik terjadinya

Kita yang menyaksikan, semua terpana, menundukkan kepala
Semua terpukul, tergoncang, terhempas, terobek, tiada sepatah kata
Semua menitikkan air mata

Belum pernah mereka yang mengalami dicabut nyawanya
Kembali ke dunia dan menyampaikan pengalaman ajal yang nyata
Sehingga paling banyak kita hanya mengira menduga

Mereka yang berlarian bergelimpangan di pantai Lhok Nga
Mereka yang digulung lumpur tsunami sepanjang jalan Syiah Kuala
Mereka yang kehabisan nafas dikejar dinding air setinggi pohon cemara
Kanak-kanak yang bertengger di dahan batang nangka
Orang-orang yang memanjat pohon kelapa
Ibu-ibu yang hanyut dengan bayinya
Kabel putus habis, tiang listrik yang bengkok patah tiga
Rumah punah, hotel rubuh, truk remuk, asrama rata
Berpuluh, beratus, beribu, berpuluh ribu banyaknya
Jenazah di bawah puing, di tengah puing, di atas puing berada
Bergelimang lumpur, bergelimang air mata
Menyesak udara, menyesak dada kita semua

Wahai Krueng Aceh
Wahai Krueng Lamteh
Jadilah air sungai yang jernih kembali kiranya
Maut telah menjemput saudara-saudara kita
Jannah jualah bagi mereka
Maut akan menjemput kita pula
Dapatkah kita menyusul ke Firdaus yang sama ?




WS Rendra - Maskumambang





Maskumambang
Oleh : WS Rendra


Kabut fajar menyusup dengan perlahan
bunga Bintaro berguguran di halaman perpustakaan
di tepi kolam, di dekat rumpun keladi
aku duduk diatas batu melelehkan airmata

Cucu-cucuku
zaman macam apa,
peradaban macam apa
yang akan kami wariskan kepada kalian.

Jiwaku menyanyikan lagu maskumambang
kami adalah angkatan pongah
besar pasak dari tiang.

kami tidak mampu membuat rencana menghadapi masa depan,
karena kami tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu
dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini
maka rencana masa depan hanyalah spekulasi, keinginan, dan angan-angan

Cucu-cucuku
negara terlanda gelombang zaman edan
cita-cita kebajikan terhempas batu
lesu dipangku batu
tetapi aku keras bertahan
mendekap akal sehat dan suara jiwa
biarpun tercampak diselokan zaman

Bangsa kita kini
seperti dadu terperangkap dalam kaleng hutang
yang dikocok-kocok oleh bangsa adi kuasa
tanpa kita bisa melawannya
semuanya ini terjadi atas nama pembangunan
yang mencontoh tatanan pembangunan di jaman penjajahan
Tatanan kenegaraan dan tatanan hukum
juga mencontoh tatanan penjajahan
menyebabkan rakyat dan hukum hadir tanpa kedaulatan
Yang sah berdaulat hanya pemerintah dan partai politik

o comberan peradaban,
o martabat bangsa yang kini compang-camping
negara gaduh, bangsa rapuh
Kekuasaan kekerasan meraja lela
Pasar dibakar, kampung dibakar,
gubuk-gubuk gelandangan dibongkar
tanpa ada gantinya
semua atas nama tahayul pembangunan.

restoran dibakar, toko dibakar, gereja dibakar,
atas nama semangat agama yang berkobar
Apabila agama menjadi lencana politik
maka erosi agama pasti terjadi
karena politik tidak punya kepala,
tidak punya telinga, tidak punya hati,
politik hanya mengenal kalah dan menang
kawan dan lawan,
peradaban yang dangkal

Meskipun hidup berbangsa perlu politik,
tetapi politik
tidak boleh menjamah kemerdekaan iman dan akal
didalam daulat manusia
namun daulat manusia
dalam kewajaran hidup bersama di dunia
harus menjaga daulat hukum alam,
daulat hukum masyarakat
dan daulat hukum akal sehat

Matahari yang merayap naik dari ufuk timur
telah melampaui pohon dinding
udara yang ramah menyapa tubuhku
menyebarkan bau bawang yang digoreng di dapur
berdengung sepasang kumbang yang bersenggama.

















WS Rendra - Kupanggil Namamu

Kupanggil Namamu
Oleh : WS. Rendra


Sambil menyeberangi sepi
kupanggil namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
kerna memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka.

Berulang kali kupanggil namamu
Di manakah engkau, wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggil namamu.
Kupanggil namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan ?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal yang besar saja.

Seribu jari dari masa silam
menuding kepadaku.
Tidak
Aku tak bisa kembali.

Sambil terus memanggil namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang
membukakan diri padaku
Penuh. Dan Prawan.

Keheningan sesudah itu
sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku. Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.






WS Rendra - Sajak Cinta

Puisi Untuk Ibu

Gus Mus - Aku Merindukanmu, O, Muhammadku



Oleh: A Mustofa Bisri

Aku merindukanmu, o, Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa

Terus mempermainkan kelemahan
Airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembut-wibawamu

Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah-meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu

Aku merindukanmu, o. Muhammadku

Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur kesana kemari
Mencari mangsa memakan korban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu

O, Muhammadku, O, Muhammadku!

Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Qur'an dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku

Aku merindukanmu, O, Muhammadku

Sekian banyak Abu jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak umatmu

O, Muhammadku - selawat dan salam bagimu -

bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkaan yang telah tergayakan
Bagaimana memerangi
Umat sendiri? O, Muhammadku

Aku merindukanmu, o, Muhammadku

Aku sungguh merindukanmu.

(kumpulan : sajak-sajak bumilangit)




Puisi Roesmi - Aku Ingin

INGIN AKU
oleh Roesmi S Rus 


ingin kupenjara cinta hanya di rumahMU 
tapi masih saja hatiku sering mendua
mengembara ke mana-mana
mengais yang tak nyata

ingin kutambat hatiku 
hanya di tonggak cintaMU
tapi cintaku bertebar di segala penjuru
senantiasa masih saja dipaku ragu

ingin aku
ingin aku
ingin aku

sungguh....!!!
cintaku hanya satu
tapi aku yang begitu dungu
selalu saja gagal menerjemahkan kata-kata saktiMU

ingin aku
menuang rinduku ke dalam cawan hatiMU
masih saja terhalang oeh kecerobohanku
sehingga senantiasa tumpah sebelum sampai di pintuMU

aku diam tergugu
satu-satu kuhitung dosaku
tak mampu
jumlahnya tak cukup beribu-ribu

ya....Robbi penguasa segala sesuatu
masih cukup layakkah kujejakkan kakiku
menapaki  mihrabMU
menghiba mengharap ampunanMU
mengemis sedikit saja cintaMU?

:kutepis rasa malu yang menguasaiku
karena terlalu lama menyia-nyiakan cintaMU

-080211-



*.........ingin aku, menuang rinduku ke dalam cawan hatiMU


Puisi Roesmi - Kenangan I

KENANGAN I
oleh Roesmi S Rus 


membuka lembar demi lembar
membaca  halaman demi halaman
seperti kembali menguak tirai masa
mengajak kembali untuk menengok ke belakang

tahun-tahun yang telah beranjak pergi
musim-musim yang datang silih berganti
semua seperti mimpi
tanpa kita sadari
tiap detik waktu beranjak pergi
kita yang senantiasa berlari
tak kan mampu meraihnya lagi
dan waktu enggan berpaling kembali

membuka lebar demi lembar
membaca halaman demi halaman
seperti menghadirkan kembali kenangan demi kenangan
mengisi palung-palung hati yang dalam
membuncah segala dalam dada

:ah betapa
ada rasa yang tak dapat terkata


Magelang,  2 Februari 2011 pukul 22:01



*........dan waktu enggan berpaling kembali