Powered By Blogger

Senin, 09 April 2012

Keheningan Cinta Seorang Ayah



Anakku,
Orang-orang akan berpikir dan mengatakan, bagaimana mungkin ayah sepertiku akan menjadikanmu mewujudkan mimpi-mimpimu ?
Ayahmu memang bukan orang kaya yang tergambar sebagai sosok berduit.
Ayahmu memang bukan orang terkenal yang menyandang pangkat dan jabatan tinggi.
Ayahmu memang bukan orang jenius dengan titel kesarjanaan yang tinggi
Tapi yakinlah bahwa Allah telah menganugerahkan ayah dengan cinta.
Cinta kepadamu anakku.
Allah telah menganugerahkan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada ayah dengan kasih-sayang-Nya.
Agar kamu bisa tumbuh besar dan merangkai cita-citamu dengan baik
Agar kamu bisa menapak setiap jenjang kehidupan dengan tenteram dan damai.

Dalam terik matahari, ayah menjemput rejeki untuk membesarkanmu dan memenuhi kebutuhanmu
Dalam tafakur di kesunyian malam, ayah bermunajat untuk keberhasilanmu
Memohon kepada Allah agar kamu dilindungi dan diberkahi.

Jika ayah bukan laki-laki ganteng yang tidak bisa kamu banggakan dihadapan teman-temanmu.
Jika masih ada kekurangan ayah dalam mendidik dan membimbingmu,
Maafkan ayahmu.
Tidak ada ayah yang sempurna.
Tapi percayalah, ayahmu akan selalu mencintaimu dengan sepenuh hati.



Etika

“Tidak Sopan…………!!”
Aku hanya bisa berkata dalam hati, inikah ucapan yang memang pantas buatku ? atau sekedar letupan emosi sesaat yang dilontarkan olehnya ?
Aku sendiri tidak tahu apakah memang seharusnya aku diberi label sebagai pria yang tidak sopan oleh seorang perempuan yang santun. Perempuan yang selalu hadir mengisi relung terdalam hatiku.
Malam tak terasa telah tiba dan seluruh pori-poriku menandakan beratnya perasaan untuk menerima dua kata itu.
Seperti sebuah tamparan yang cukup telak. Aku terdiam lama. Tapi mungkin ini juga adalah jalan terbaik untuk mencari sebuah jawaban lewat sebuah perenungan . Seperti kata  Nietszche ‘ikutilah dirimu sendiri, jangan mengikutiku’
Ego memang kadang selalu bertengger pada setiap diri manusia. Dengan framing yang dia miliki akan melihat dari kacamata kejernihan pikirannya atau nafsunya.
Aku jadi ingat sebuah tulisan tentang sebuah etika, pikiran dan perasaan manusia itu tidak pernah seragam maka nilai dan kriteria mereka pun senantiasa beragam. Itulah sebabnya etika manusiawi bersifat relatif, tidak mutlak (absolut), temporer, tidak abadi, dan tidak universal, karena selalu terkait dengan subjek/masyarakat, kepentingan, lingkungan/lokasi dan waktu. (Morals are relative to paritcular societies, particular interests, particular circumstances, or particular individuals). Sebaliknya, etika ilahi atau etika agama, relatif lebih stabil dan lebih mutlak, dan universal, terutama di kalangan para pemeluk agama-agama langit (samawi) : Yahudi, Nasrani dan Islam.