Oleh Hernowo
The Thinker
[Ini tulisan lama saya. Waktu itu
saya tulis setelah saya diwawancara Radio PR-FM di Bandung tentang buku baru
saya, Mengikat Makna Update.
Saya tampilkan
lagi karena ada sebuah lembaga di Bandung yang mengajak saya untuk menggalakkan
minat membaca. Saya bertanya dalam hati: “Apa menariknya kegiatan membaca di
era serbadigital seperti saat ini ya?”]
Membaca adalah
sebuah suaka yang paling pribadi dan subjektif. Sebuah ruang-hening yang
personal. Melewati bahasa, seorang pembaca secara aktif menerjemahkan teks
untuk dirinya—sebuah penggalian makna dan penjelajahan ke kedalaman. SVEN BIRKETS
“Membaca dan
menulis bukanlah soal metode atau teknik, melainkan soal hidup dan keberanian,”
demikian tulis Romo Sindhunata dalam mengantarkan buku saya, Main-Main dengan
Teks (2004). Dan inilah yang saya bincangkan kemarin, Kamis 29
Oktober 2009, di Radio PR-FM ketika saya diminta membahas buku terbaru saya
yang akan beredar di toko-toko buku di awal November ini, Mengikat Makna Update.
Merujuk ke
pernyataan Sven Birkets, ketika saya membahas kegiatan membaca, saya ingin
seseorang tidak hanya berhubungan dengan lautan huruf mati. Jika kegiatan
membacanya hanya berkutat dengan huruf, kata, dan kalimat, kita akan cepat
merasa jenuh dan bosan. Sebagaimana kata Birkets, kita harus berusaha untuk
menjalankan kegiatan membaca agar diri kita dapat melakukan “penggalian makna dan
penjelajahan ke kedalaman.”
Membaca sebagaimana dikatakan oleh
Birkets adalah membaca yang dalam (deep reading). Saya ingin menegaskan di sini bahwa deep reading bukan
kegiatan yang ringan dan mudah. Namun, seseorang yang berhasil
menjalankan deep reading akan dapat meraih pelbagai manfaat luar
biasa dari membaca. Salah satunya, misalnya, adalah—menurut riset para ahli
otak—orang tersebut akan terhindar dari kepikunan di hari tua. Deep readingmampu
menggerakkan seluruh komponen otak seorang manusia. Bahkan, yang
menakjubkan, deep reading akan membantu seseorang dalam
menumbuhkan neuron-neuron (sel saraf otak) baru!
Terlepas dari
semua itu, saya juga menyadari bahwa—merujuk ke Nicholas Carr yang menulis
dengan bagus sebuah renungan tentang efek-buruk internet (lihat bukunya, The Shallows:
What the Internet is Doing to Our Brains, W.W. Norton & Company
Inc., New York, 2010) jika dikaitkan dengan deep reading—membaca
model Birkets itu banyak dihindari oleh orang-orang zaman sekarang. Kebanyakan
orang, pada saat ini, menjalankan kegiatan membaca dengan lompat sana dan
lompat sini, atau tanpa perenungan yang sangat mendalam. Tentu bukan hanya
internet penyebabnya.
Nah, saya
bersyukur karena dapat menemukan konsep “mengikat makna” yang membuat saya dapat membaca dan tetap
menjalankan kegiatan perenungan yang sangat mendalam. Setelah membaca, saya
pasti menuliskan apa yang saya baca. Menjalankan kegiatan menulis, setelah
membaca, sangat menolong saya sehingga saya tetap dapat menjalankan kegiatan
berefleksi atau bertafakur ketika saya sedang membaca. Salam.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar